11 April 2010

Analisis Faktor-Faktor yg Mempengaruhi Produktivitas Usahatani & Pengaruhnya thdp Kepuasan Petani (Studi Kasus PT Agropotombuluh di Kec. Telaga Biru)

Abstrak Tesis

Oleh: Sofyan Husin

Produktivitas merupakan salah satu indicator penting untuk menilai keberhasilan suatu usahatani. Makin tinggi produktivitas yang dihasilkan berarti makin efisienlah usahatani tersebut sehingga berimplikasi pada kepuasan petani.
Namun demikian, tidak semua usahatani yang memiliki produktivitas tinggi dapat memuaskan petani disebabkan oleh tidak adanya institusi yang menjamin stabilisasi harga. Institusi yang menjamin ketersediaan sarana produksi serta tidak terjangkaunya harga dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kehadiran Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) PT Agropotombuluh merupakan harapan baru bagi petani dalam merealisasikan keinginan-keinginan mereka. Tujuan Penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh antara kualitas layanan dan motivasi petani terhadap produktivitas usahatani serta pengaruhnya terhadap kepuasan petani.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Telaga Biru Kabupaten Gorontalo dengan penentuan empat desa sampel secara purposive. Teknik pengumpulan data menggunakan proporsional random sampling. Dari hasil penelitian di peroleh bahwa produktivitas usahatani dipengaruhi positif oleh kualitas layanan dan motivasi petani.

Akan tetapi kepuasan petani tidak dipengaruhi oleh produktivitas usahatani. Di sisi lain motivasi petani secara langsung berpengaruh postif terhadap kepuasan petani namun kualitas layanan tidak berpengaruh langsung terhadap kepuasan petani.

Kata kunci : Kualitas layanan, Motivasi petani, Produktivitas usahatani, Kepuasan
petani.

Baca Selengkapnya......

20 Maret 2010

Analisis Potensi Retribusi Pasar Hewan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Studi Kasus Pasar Hewan Kota Cilegon)

ABSTRAK TESIS

Oleh: Ten Nova

Tesis ini membahas Potensi Retribusi Pasar Hewan Sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Studi Kasus Pasar Hewan Kota Cilegon dengan menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Retribusi pasar hewan telah diterapkan sejak tahun 2001 dengan tujuan untuk membiayai pemeliharaan fasilitas pasar hewan yang telah disediakan oleh pemerintah daerah.

Pada kenyataannya realisasi penerimaan retribusi pasar hewan menurun sehingga pengelolaan dan penyelenggaraannya menjadi belum optimal. Oleh sebab itu dilakukan penelitian untuk mengetahui potensi retribusi Pasar Hewan Kota Cilegon dan mengevaluasi penerapannya berdasarkan kriteria penilaian pungutan daerah yang potensial. Hasil dari penelitian ini bahwa retribusi Pasar Hewan Kota Cilegon kurang potensial untuk dijadikan salah satu sumber retribusi daerah oleh Pemerintah Daerah Kota Cilegon.

Metode penelitian yang digunakan adalah (1) Analisis potensi pasar hewan. (2) Kriteria penilaian pungutan daerah yaitu Kriteria kecukupan dan elastisitas, kriteria keadilan, kriteria kemampuan administrasi, kriteria kesepakatan politik, kriteria non-distorsi ekonomi.

Penelitian ini menyarankan bahwa retribusi pasar hewan yang ada masih dapat ditingkatkan dengan mengadakan perbaikan-perbaikan dari pihak intern (pengelolah/petugas) maupun ekstern (pedagang ternak). Selain itu Pemerintah Daerah dalam menerapkan retribusi daerah harus memperhatikan potensi dan kriteria penilaian lainnya agar retribusi yang diterapkan agar dapat memberikan manfaat untuk pemerintah daerah dan masyarakatnya.

Kata kunci: Potensi, Retribusi, Pasar Hewan.

Baca Selengkapnya......

Pengaruh Pengeluaran Pembangunan Pemerintah Prov. Sumatera Utara dan Investasi Swasta thdp PDRB Prov. Sumatera Utara Periode 1978-2007

ABSTRAK TESIS

Oleh: M. Siddik Bancin

Penelitian ini membahas pengaruh pengeluaran pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan investasi swasta terhadap Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Utara Periode 1978-2007. Metode analisis yang digunakan adalah regresi linier berganda dengan ordinary least square (OLS). Pada penelitian ini yang menjadi variabel tak bebas adalah PDRB Provinsi Sumatera Utara, sedangkan pengeluaran pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, investasi swasta dan tenaga kerja merupakan variabel bebas.

Hasil estimasi menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel tak bebas, dengan tingkat kecocokan model sebesar 94,69%. Pengaruh terhadap PDRB, secara signifikan pengeluaran pembangunan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara mempunyai nilai koefisien sebesar 4,88E-7, investasi swasta 1,56E-9 dan tenaga kerja 5,41E-7.

Kata kunci : PDRB, Pengeluaran Pembangunan, Investasi Swasta.

Baca Selengkapnya......

Analisis Hubungan Belanja Modal dan Belanja Pemeliharaan Daerah (Studi Kasus di Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir Propinsi Sumatera Selatan)

ABSTRAK TESIS

Oleh: Legianto Ahmad

Infrastruktur merupakan lokomotif pertumbuhan ekonomi. Secara makro, infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital dan secara mikro, infrastruktur mempengaruhi biaya produksi. Dalam keuangan negara & daerah belanja infrastruktur dikelompokkan dalam jenis Belanja Modal. Alokasi belanja modal memiliki konsekuensi meningkatnya belanja pemeliharaan di tahun anggaran ke depan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi belanja pemeliharaan, dan hubungannya dengan belanja modal serta bagaimana pengalokasian belanja pemeliharaan.

Sebagai sebuah penelitian kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif, penulis menganalisa realitas dan membandingkannya dengan teori yang ada. Data yang diolah adalah data keuangan dengan alat analisis correlation matrix yang dipadukan dengan observasi data dokumen dan teori.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alokasi belanja pemeliharaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, alokasi belanja modal tahun sebelumnya, dan metode penghitungan belanja pemeliharaan. Belanja pemeliharaan juga memiliki hubungan yang kuat terhadap belanja modal tahun sebelumnya. Koefisien korelasi tertinggi ditunjukkan oleh hubungan belanja pemeliharaan dengan belanja modal satu tahun sebelumnya yakni sebesar 0,94. Besaran alokasi belanja pemeliharaan menggunakan metode actual expenditure.

Ke depan, sebaiknya pemerintah mulai menerapkan konsep multi-term expenditure framework (MTEF) dalam pengalokasian belanja modal dan belanja pemeliharaan, mulai dari planning, executing, monitoring, dan evaluating.

Pemerintah juga sudah harus mulai menerapkan sistem akumulasi penyusutan dalam menghitung neraca daerah sehingga aset yang tercantum dalam neraca daerah lebih realistis.

Kata kunci : Belanja Pemeliharaan, Belanja Modal daerah.

Baca Selengkapnya......

Pelaksanaan CSR PT. Holcim Tbk. terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Kecamatan Klapanunggal Kabupaten Bogor (Studi kasus pada BMT Swadaya Pribumi)

ABSTRAK TESIS

Oleh: Irawan Susanto

Peran swasta sebagai salah satu stakeholder pembangunan sering dipertanyakan banyak orang. Padahal tanggungjawab sosial perusahaan merupakan suatu kewajiban dasar yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam menjaga relasi antara perusahaan dengan pemangku kepentingan. Disamping menjaga relasi, tanggung jawab sosial perusahaan juga berperan dalam menjaga keberlanjutan aktivitas perusahaan, sejalan dengan konsep pembangunan yang berkelanjutan dimana saat ini menjadi tujuan setiap perusahaan yang menjalankan kegiatan CSR.

Salah satu peran yang sering dilakukan perusahaan misalnya dengan pemberdayaan masyarakat dimana harapannya adalah masyarakat dapat lebih mandiri secara ekonomi, kreatif, dan mempunyai rasa percaya diri sehingga tingkat kemiskinan diharapkan dapat berkurang. Melalui BMT Swadaya Pribumi, PT. Holcim melaksanakan kegiatan CSR bidang pemberdayaan masyarakat di kecamatan Klapanunggal-Kabupaten Bogor. Namun dugaan awal penelitian ternyata masih terdapat kendala dalam hal pemberdayaan tersebut sehingga hasilnya tidak efektif.

Tesis ini mengkaji faktor-faktor yang menjadi kendala dalam pemberdayaan masyarakat melalui BMT Swadaya Pribumi. Alat Analisis yang digunakan yaitu AHP dengan menggunakan lima responden ahli. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi masyarakat menjadi faktor utama dan dipengaruhi oleh pelibatan masyarakat dengan bobot tertinggi. Dalam kriteria kelembagaan BMT (Holcim), kendala tertinggi adalah dukungan dana serta yang ketiga adalah faktor fasilitasi pemerintah dengan dukungan permodalan menjadi masalah utama.

Kata kunci : CSR, Pemberdayaan Masyarakat, BMT Swadaya Pribumi, AHP

Baca Selengkapnya......

19 Maret 2010

Analisa Biaya Satuan layanan Perpustakaan Umum Daerah Studi Kasus: Kantor Perpustakaan dan Arsip Jakarta Pusat

ABSTRAK TESIS

Oleh: Dian Kartikasari W.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui biaya penyelenggaraan pelayanan Perpustakaan Umum daerah di Kantor Perpustakaan dan Arsip Jakarta Pusat. Secara khusus hal-hal yang diidentifikasi adalah struktur biaya dan besarnya biaya satuan penyelenggaraan pelayanan perpustakaan umum daerah antara tahun 2008 dengan tahun 2007 sebagai bahan masukan untuk pengambilan keputusan menuju peningkatan efisiensi pembiayaan.

Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitik dengan menggunakan data pengeluaran biaya selama Januari 2007-Desember 2008. Analisa biaya yang dilakukan ini disesuaikan dengan kondisi Kantor Perpustakaan dan Arsip Jakarta Pusat terutama dalam hal ketersediaan informasi yang diperlukan. Penghitungan biaya Satuan kegiatan menggunakan pendekatan metode pembiayaan berbasis aktivitas atau yang lebih dikenal dengan Activity Based Costing.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi sistem pendokumentasian data belum dipersiapkan untuk mendukung analisa biaya. Berdasarkan struktur biaya yang dikeluarkan oleh Kantor Perpustakaan Umum Daerah Kotamadya Jakarta Pusat pada tahun 2008 diketahui bahwa porsi biaya pemeliharaan belum cukup khususnya untuk fasilitas bagi pengunjung perpustakaan. Hasil perhitungan biaya satuan kegiatan pelayanan perpustakaan umum daerah antara tahun 2008 dengan tahun 2007 menunjukkan bahwa untuk kegiatan perawatan koleksi perpustakaan, seleksi dan prosesing layanan perpustakaan, inventarisir dan penataan buku serta tata usaha, biaya satuan di tahun 2008 lebih rendah dibanding tahun 2007, namun untuk biaya satuan kegiatan pelayanan perpustakaan dan biaya total seluruh kegiatan per pengunjung untuk tahun 2008 lebih tinggi dibandingkan tahun 2007.

Kata kunci: Perpustakaan, Biaya, Analisa, Layanan.

Baca Selengkapnya......

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Rendahnya Daya Serap Proyek-Proyek yang Dibiayai ADB (studi kasus: Loan 2074-INO dan Loan 2075-INO)

ABSTRAK TESIS

Oleh: Firman Edison

Latar belakang penulisan tesis ini adalah kenyataan tingginya pinjaman luar negeri pemerintah guna menutupi kebutuhan dana dalam pembangunan nasional. Namun dalam pengelolaan pinjaman luar negeri tersebut ternyata kurang efektif dan efisien, sehingga menyebabkan penyerapan dana pinjaman luar negeri tersebut menjadi rendah yang berakibat kepada besarnya beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membayar kembali pinjaman tersebut.

Penelitian difokuskan pada kasus pinjaman Asian Development Bank (ADB) Loan 2074-INO dan Loan 2075-INO, yang bertujuan untuk:
1. Mengetahui factor-faktor penyebab rendahnya penyerapan dana pinjaman luar negeri;
2. Memberikan rekomendasi kebijakan untuk mengatasi masalah rendahnya penyerapan dana pinjaman luar negeri.

Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif dalam rangka memperoleh gambaran masalah penyerapan dana pinjaman luar negeri dari berbagai sudut pandang. Penelusuran lebih banyak dilakukan kepada dokumen-dokumen proyek yang dibiayai pinjaman luar negeri dilakukan untuk mengetahui faktor apa yang menjadi penyebab terjadinya penyerapan dana yang rendah.

Indikator yang digunakan untuk melihat rendahnya penyerapan dana pinjaman luar negeri adalah: Progress Varian, yaitu selisih presentase waktu terpakai dan presentase penyerapan dana kumulatif; Backlog, yaitu besarnya dana terpakai yang belum diisi kembali (replenished) oleh pihak lender; dan realisasi disbursement terhadap target disbursement pada tahun anggaran berjalan.

Hasil penelitian menemukan dan menyimpulkan bahwa faktor rendahnya daya serap penarikan dana pinjaman luar negeri adalah sebagai berikut:
1. Kekurangsiapan dalam merencanakan dan mendesain sebuah proyek baru yang dananya berasal dara pinjaman luar negeri;
2. Besarnya struktur organisasi proyek yang mempunyai 2 orang Sekretaris Eksektif dengan kewenangan yang sama dalam menjalankan proyek sehari-hari;
3. Keterlambatan penyelesaian dokumen anggaran (DIPA) akibat reorganisasi dan perubahan sosial politik di daerah;
4. Rendahnya kualitas sumber daya manusia sebagai pelaksana proyek;
5. Terjadinya Backlog.

Dari hasil temuan dan kesimpulan diatas, penulis mengajukan saran rekomendasi kebijakan sebagai berikut:
1. Agar pemerintah lebih mempeketat pembahasan perencanaan dan desain sebuah proyek baru ( atau lebih dikenal dengan readiness filter criteria);
2. Agar Departemen Keuangan, Bappenas dan instansi teknis terkait dapat duduk bersama untuk mengatasi keterlambatan penerbitan dokumen anggaran (DIPA);
3. Menyusun struktur organisasi yang lebih ramping dan dapat lebih cepat dalam mengambil keputusan dalam pengelolaan proyek sehari-hari;
4. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dengan mengadakan sosialisasi dan pelatihan-pelatihan pengelolaan proyek yang di danai dari pinjaman luar negeri
5. Agar pengelola proyek dan Departemen Keuangan melakukan koordinasi yang lebih intensif, sehingga dalam pengajuan replenish kepada pihak lender dapat lebih cepat.

Baca Selengkapnya......

Kajian Keterlambatan Laporan Pertanggungjawaban Pengeluaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kab. Lampung Tengah Thn 2008 ( Studi Kasus 9 SKPD)

ABSTRAK TESIS

Oleh: Ivon Nilawati

Tesis ini mengkaji tentang apakah kegiatan pertanggungjawaban pengeluaran yang diwujudkan dalam penyampaian surat pertanggungjawaban (SPJ) sudah dijalankan dengan baik atau belum oleh SKPD di Kabupaten Lampung Tengah? Jika sudah, faktor apa yang menjadi pendorong, dan jika belum, maka faktor-faktor apa yang telah menjadi penghambatnya.Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa kegiatan penyampaian laporan pertanggungjawaban pengeluaran di Kabupaten Lampung Tengah kurang berjalan sesuai ketentuan yang berlaku dan sering terjadi ketidaktepatan waktu dalam penyampaiannya.

Adapun diduga faktor-faktor penghambatnya adalah: (i) Terdapatnya kebijakan dalam kegiatan pertanggungjawaban pengeluaran di Kabupaten Lampung Tengah yang dinilai kurang tepat dan tidak sesuai dengan Permendagri 13/2006, dan (ii)kurangnya kemampuan SKPD dalam kegiatan tersebut yang antara lain disebabkan karena rendahnya kualitas SDM dan kurangnya sosialisasi dan pelatihan tentang aturan kegiatan pertanggungjawaban pengeluaran tersebut di Kabupaten Lampung Tengah.

Kata kunci : Permendagri 13/2006, laporan pertanggungjawaban pengeluaran,
fungsi verifikasi, satuan kerja perangkat daerah (SKPD)

Baca Selengkapnya......

Analisis Kesediaan Membayar Pengguna Jasa Bus Trans Pakuan Kota Bogor (Willingness To Pay) Dengan Metode Valuasi Kontingensi.

ABSTRAK TESIS

Oleh: Elyis Sontikasyah

Berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum. Salah satu upaya yang dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan di Kota Bogor adalah penggantian secara bertahap dan terprogram penggunaan angkutan kota dengan kapasitas lebih besar yaitu Bus Trans Pakuan dengan ditetapkannya Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 5 Tahun 2007 tentang Perusahaan Daerah Jasa Transportasi yang bertujuan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam bidang transportasi.

Keberlangsungan operasional Bus Trans Pakuan tergantung kepada jumlah pengguna jasanya oleh karena itu tesis ini mengkaji kesediaan dan kerelaan pengguna jasa dalam membayar tarif (willingness to pay (WTP)) Bus Trans Pakuan dan apakah produksi jasa angkutan yang disediakan oleh pengusaha, kualitas dan kuantitas pelayanan, maksud perjalanan dan pendapatan pengguna jasa berhubungan terhadap nilai WTP yang dipilih oleh pengguna jasa Bus Trans Pakuan.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi Metode Valuasi Kontingensi yang secara langsung menanyakan kesediaan dan kerelaan pengguna jasa dalam membayar tarif (WTP) dengan metode tawar menawar (bidding game).

Dalam penelitian ini, digunakan metode analisis deskriptif dan analisis crosstab (tabulasi silang) untuk mengetahui hubungan pengguna jasa dalam menentukan besaran nilai WTP yang dipilih.

Setelah metode analisis tersebut dilaksanakan, maka diperoleh hasil penelitian bahwa ada hubungan antara maksud perjalanan, kualitas dan kuantitas pelayanan dan pendapatan responden yang dilakukan responden dengan menggunakan Bus Trans Pakuan dengan pilihan dalam menetapkan besaran WTP dan didapatkan hasil bahwa rata-rata estimasi nilai WTP pengguna jasa adalah Rp. 3.675 dengan WTP yang dipilih paling banyak pada WTP1 dengan nilai Rp.2000 sampai Rp.4000 yaitu sebanyak 80%.

Kata kunci :
Bus Trans Pakuan, Kesediaan Membayar, Metode Valuasi Kontingensi, dan Crosstab.

Baca Selengkapnya......

14 Februari 2010

Analisis Pengukuran Kinerja Perwakilan BPK RI di Jakarta dengan Pendekatan Balanced Scorecard

Oleh: Prasetyaningdyah Wikan Astuti

ABSTRAK TESIS

Transparansi dan akuntabilitas dalam rangka mewujudkan Good Governance menuntut organisasi publik meningkatkan kinerjanya dalam melayani masyarakat. Salah satu metode untuk mengukur kinerja adalah dengan Balanced Scorecard. Biasanya metode tersebut dilakukan untuk sektor privat, akhir-akhir ini dikembangkan untuk sektor publik. BPK RI telah melakukan pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard dalam bentuk SIMAK.

Tesis ini mengevaluasi ketepatan indikator yang telah digunakan oleh SIMAK, kemudian diberikan alternative pengukuran kinerja perwakilan BPK RI di Jakarta dengan lebih obyektif, terukur dan komprehensif berdasarkan perspektif pelanggan, keuangan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan, selanjutnya membandingkan antara sistem pengukuran kinerja Perwakilan BPK RI di Jakarta dengan SIMAK dan dengan metode Balanced Scorecard. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan analisa deskriptif.

Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa masih terdapat indikator yang kurang tepat sehingga diajukan sebuah alternatif penyempurnaan. Sesuai pengukuran kinerja yang telah dilakukan dalam penelitian ini, prestasi kinerja Perwakilan BPK RI di Jakarta sudah cukup baik, tetapi masih perlu ditingkatkan untuk beberapa aspek.

Kata kunci: Pengukuran kinerja sektor publik, Balanced Scorecard, evaluasi
indikator

Baca Selengkapnya......

Analisis Penerapan Tiga komponen Penganggaran Pada Penyusunan RKA-K/L Batan Tahun 2008

Oleh: Nata Wijaya

ABSTRAK TESIS

Tesis ini membahas penerapan tiga komponen penganggaran pada penyusunan RKA-K/L Batan untuk tahun anggaran 2008. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desian deskriftif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan penerapan komponen penganggaran terpadu telah tercapai, sementara komponen penganggaran dalam kerangka pengeluaran jangka menengah terkendala pada data perkiraan maju.

Sedangkan penerapan komponen penganggaran berbasis kinerja telah sampai pada tahap kesesuaian antara input dan output kegiatan dengan sasaran program dan renstra Batan. Pemahaman dan pengetahuan yang baik mengenai perencanaan program dan kegiatan serta penyusunan anggaran, amat dibutuhkan untuk dapat menerapkan tiga komponen penganggaran pada penyusunan RKA-K/L.

Kata kunci:
Anggaran, Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah, Kinerja

Baca Selengkapnya......

Analisis Sektor Perekonomian di Kabupaten Bogor

Oleh: Rubidiyanti Dominica

Analisis sektor perekonomian di Kabupaten Bogor ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Bogor yang memiliki keunggulan dan mengetahui kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor yang perlu dilakukan dan diharapkan dalam upaya mengembangkan sektor perekonomian.

Metodologi penelitian yang digunakan untuk mengidentifikasi sektor yang memiliki keunggulan adalah analisis Location Quotient, Shift Share, dan Tipologi Klassen dan untuk menangkap persepsi ahli dalam mengetahui arah pengembangan sektor perekonomian digunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Berdasarkan hasil analisis terhadap nilai tambah dan penduduk yang bekerja dapat disimpulkan bahwa sektor yang memiliki keunggulan di Kabupaten Bogor baik terhadap Provinsi Jawa Barat dan terhadap Nasional adalah sektor industri pengolahan. Namun bila didasarkan persepsi ahli secara kumulatif dengan metode AHP, sektor yang menjadi prioritas pengembangan adalah pertanian. Jika dilihat secara individu, maka beberapa ahli mengutamakan prioritas pada sektor industri atau jasa, sedangkan sisanya mengutamakan pada sektor pertanian. Untuk itu Pemerintah Daerah perlu menjamin agar seluruh masyarakat Kabupaten Bogor telah mendapat informasi yang cukup tentang aktivitas perekonomian yang ada. Selanjutnya kendala yang dihadapi dalam pengembangan sektor perekonomian Kabupaten Bogor adalah infrastruktur yang belum memadai, rendahnya produktivitas, input yang terbatas dan kebijakan Pemerintah yang kurang mendukung. Dalam menanggulangi kendala tersebut kebijakan prioritas yang diperlukan adalah kebijakan investasi dan penguatan kelembagaan, peningkatan infrastruktur dan penataan tata guna lahan, peningkatan kualitas SDM dan kemitraan pemerintah dan swasta. Prioritas kebijakan ini berdasarkan analisis sensitivitas adalah konsisten baik untuk pengembangan industri maupun pengembangan pertanian. Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan yang diperoleh, maka dapat disarankan bahwa Pemerintah Kabupaten Bogor perlu mensosialisasikan bahwa industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki keunggulan, dan mengingat persepsi ahli prioritas pengembangan sektor perekonomian adalah pertanian maka industri pengolahan yang menjadi prioritas adalah industri yang mengolah bahan baku pertanian seperti industri pengolahan makanan dan minuman.

Kata kunci: Sektor Unggulan, Pertanian, Industri, Jasa, Infrastruktur, Investasi, Sumberdaya manusia, Kemitraan

Baca Selengkapnya......

Evaluasi Kinerja Local Area Network Antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Pemda Kabupaten Lima Puluh Kota Provinsi Sumatera Barat 2003-2008

Oleh: Ronny Muhamad Nur

Thesis ini membahas kinerja proyek Local Area Network Pemerintah Daerah Lima Puluh Kota dengan metode deskirptif kualitatif, proyek yang dibangun pada tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan efisiensi komunikasi data-informasi antar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) gagal memberikan manfaat yang diharapkan. Penelitian dilakukan untuk mencari sebab-sebab kegagalan proyek dan agar tidak terulang lagi di masa mendatang.

Landasan teori yang digunakan adalah Perencanaan Proyek (1). Analisis Siklus Proyek tahap Identifikasi, Persiapan Proyek, Monitoring dan Evaluasi Pasca Proyek (ex-ante, on-going dan ex-post evaluation) (2) EKPP (Evaluasi Kinerja Proyek Pembangunan) menggunakan peralatan tabel matriks Kerangka Kerja Logis (KKL).

Penelitian ini menemukan bahwa penyebab kegagalan Proyek Local Area Network ini adalah tidak adanya perencanaan dan dokumen perencanaan yang menyebabkan proyek ini tidak dapat berjalan secara berkesinambungan.

Hasil penelitian menyarankan agar setiap keputusan investasi publik dilakukan melalui proses perencanaan proyek yang benar; agar tidak menimbulkan pemborosan sumber daya pembangunan yang sudah semakin terbatas.

Kata kunci:Perencanaan, Proyek, Evaluasi, Kinerja , Local Area Network

Baca Selengkapnya......

04 Januari 2010

Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Di Puskesmas Dan Jaringannya Oleh Peserta Jamkesmas

(Studi Kasus: Kecamatan Baturaja Barat Kab. OKU)

Oleh: Nurlailah

ABSTRAK TESIS

Masih rendahnya pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta Jamkesmas di Kec. Baturaja Barat, yakni rata-rata hanya 5,68 % perbulan terlihat kontras dengan masih tingginya AKB 47,68 per 1000 kelahiran hidup dan angka harapan hidup yang rendah yakni 65,21 tahun, sebagai indikator kesehatan masyarakat miskin.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta Jamkesmas di Kecamatan Baturaja Barat. Penelitian dengan desain Cross Sectional ini, memiliki sampel 98 orang yang diambil secara Systematic Random Sampling dari populasi sebanyak 2479 orang kepala keluarga peserta Jamkesmas di Kecamatan Baturaja Barat.

Hasil analisis multivariat dengan menggunakan Model Logit, menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin baik sikap dokter/bidan/perawat, semakin cepat peserta Jamkesmas dilayani, semakin cukup jumlah obat yang diterima peserta Jamkesmas, semakin sebentar waktu tunggu untuk diperiksa dan semakin dekat dalam mencapai sarana pelayanan kesehatan, maka semakin besar peluang peserta Jamkesmas memanfaatkan pelayanan kesehatan, dimana variabel jumlah obat yang diterima dan sikap dokter/bidan/perawat dalam memberikan pengobatan merupakan dua faktor yang paling dominan. Sedangkan tingkat pengetahuan peserta Jamkesmas tidak signifikan mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan di Puskesmas dan Jaringannya oleh peserta Jamkesmas

Agar pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta Jamkesmas di masa yang akan datang lebih baik, maka Pemerintah daerah hendaknya melakukan evaluasi kembali kriteria miskin peserta Jamkesmas (targeting the poor), pembangunan Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) yang mampu menjangkau masyarakat di desa terutama masyarakat daerah terpencil, dan Pemberian Punishment dan Reward kepada petugas kesehatan dan sarana pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan untuk peserta Jamkesmas


Kata Kunci :
Pemanfaatan pelayanan kesehatan, Jamkesmas, Model Logit

Baca Selengkapnya......

03 Januari 2010

Faktor-Faktor Penentu Daya Tarik Investasi Kabupaten Padang Pariaman

Oleh: Andri Satria Masri

ABSTRAK TESIS

Tesis ini menganalisis faktor-faktor penentu daya tarik investasi di Kabupaten Padang Pariaman dengan mempertimbangkan kondisi pasca gempa bumi, melalui: 1) karakteristik dan persepsi investor terhadap faktor-faktor penentu daya tarik investasi dan keputusan investasi, 2) potensi dan sektor-sektor unggulan perekonomian yang potensial dikembangkan serta 3) persepsi investor terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan berinvestasi di Kabupaten Padang Pariaman.

Metode penelitian yang digunakan adalah kombinasi antara pendekatan kualitatif melalui survey yang diolah dengan Analytic Hierarchy Process (AHP) dan kuantitatif menggunakan analisis struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, basis ekonomi (Location Quotient) dan Shift Share.
Pendekatan kualitatif memperoleh faktor infrastruktur fisik terutama jalan negara dipersepsi paling positif oleh responden. Sedangkan faktor pelayanan pemerintah daerah dipersepsi paling negatif oleh responden. Kedua temuan ini sesuai dengan hasil AHP yang juga memberikan prioritas tertinggi untuk pelayanan pemerintah daerah dan ketersediaan infrastruktur fisik yang merupakan sub kriteria dari kriteria perekonomian.
Sedangkan melalui pendekatan kuantitatif diperoleh hasil bahwa, sektor-sektor memiliki keunggulan komparatif terhadap perekonomian Propinsi Sumatera Barat dan Nasional pada dasarnya sama kecuali sektor Pertambangan dan Penggalian. Sektor-sektor itu adalah: Pertanian, Pertambangan dan Penggalian; Listrik, Gas dan Air Bersih; Pengangkutan dan Komunikasi serta Jasa-jasa.


Kata kunci: Gempa Bumi, Karakterisitik, Persepsi, Daya Tarik Investasi, Investor, Potensi, Investasi, Sektor Unggulan, Analytic Hierarchy Process, Location Quotient, Shift Share.

Baca Selengkapnya......

28 Desember 2009

Kebijakan Pengembangan Kakao dan Dampaknya Terhadap Perekonmian Kabupaten Padang Pariaman

Oleh: Dessy Suziana

ABSTRAK TESIS

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui masalah-masalah dalam pengembangan kakao di Kabupaten Padang Pariaman serta menentukan masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan.

Di samping itu juga diteliti dampak pengembangan kakao ini terhadap perekonomian daerah. Data utama yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan melalui kuisioner Analytic Hierarchy Process (AHP) dan data sekunder yaitu Tabel Input Output Kabupaten Padang Pariaman Tahun 2007 Transaksi Domestik Atas Dasar Harga Produsen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masalah utama yang perlu mendapatkan prioritas penanganan adalah permodalan. Dampak pengembangan kakao terhadap perekonomian daerah untuk saat ini masih rendah. Namun simulasi kebijakan menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan di sektor kakao akan mampu meningkatkan output, Nilai Tambah Bruto (PDRB) dan pendapatan masyarakat Kabupaten Padang Pariaman. Untuk itu disarankan kepada stake holder terkait agar melakukan terobosan untuk mengatasi permodalan, meningkatkan kegiatan pembinaan dan penyuluhan serta pengembangan industri pengolahan kakao.

Kata Kunci : Kakao, Analytic Hierarchy Process, Analisa Tabel Input Output

Baca Selengkapnya......

23 Januari 2009

Kunjungan Muhibah ke Salemba








Baca Selengkapnya......

15 Januari 2009

Kuliah di UI








Baca Selengkapnya......

27 Desember 2008

Krisis Finansial 2008, Rendahnya Kejujuran, Kredibilitas dan Keberpihakan

1. Peringatan yang Dicemoohkan

Krisis finansial yang terjadi saat ini bukanlah hal yang mengagetkan dan datang secara tiba-tiba . Tim Indonesia Bangkit (TIB) telah mengingatkannya berulangkali akan bahayanya financial bubbles. Bahkan ECONIT pada awal Januari 2008 ini dalam paparan ECONIT Economics Outlook 2008 menyebutkan bahwa tahun 2008 sebagai The Year of The Bubbles (tahun gelembung) yang dapat pecah sewaktu-waktu bila pemerintah tidak mengantisipasi peningkatan gelembung finansial yang semakin mengkhawatirkan tersebut . Sebagai contoh pada awal Januari 2008, jumlah emiten yang mencatat PER di atas 50 kali mencapai 51 emiten, 26 emiten diantaranya memiliki PER di atas 100 kali dan bahkan 11 emiten diantaranya memiliki PER lebih dari 300 kali. Peningkatan harga saham yang jauh melebihi kinerja fundamental tersebut merupakan gejala balon finansial.

Dalam paparan ECONIT Economics Outlook 2008 tersebut disebutkan bahwa pada tahun 2008 kemungkinan resesi di Amerika semakin tinggi, dipicu oleh kelemahan struktural ekonomi Amerika dalam bentuk defisit neraca perdagangan (US$ 850 miliar), defisit transaksi berjalan (6% GDP), dan ancaman inflasi energi. Koreksi, bahkan kemungkinan resesi, ekonomi Amerika akan punya dampak luas terhadap ekonomi Indonesia yang tengah mengalami peningkatan gelembung di sektor finansial termasuk bursa dan kredit konsumsi.

Sayangnya, peringatan tersebut tidak diantisipasi oleh pemerintah, Menko Perekonomian Boediono malah membantah kemungkinan pecahnya gelembung finansial tersebut. Demikian juga Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Rizal Ramli mengada-ada dan sekedar mencari popularitas. Akibat kesombongan dan percaya diri yang berlebihan dari menteri-menteri ekonomi SBY tersebut, pemerintah merasa terlalu percaya diri dan tidak melakukan langkah-langkah antisipatif untuk memperkuat ekonomi nasional.

Namun demikian, ketika prediksi pecahnya gelembung finansial tersebut benar-benar terjadi, pemerintah langsung panik dengan melakukan tutup-buka-tutup-buka di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kebijakan tutup-buka-tutup-buka (TBTB) tersebut, semakin menimbulkan kepanikan di kalangan bisnis. Kebijakan TBTB tersebut mempunyai dampak psikologis yang dapat lebih berbahaya.

2. Financial Bubble & Statements Bubble

Peningkatan kinerja makroekonomi Indonesia selama 4 tahun pemerintahan SBY seperti pertumbuhan ekonomi, neraca pembayaran dan cadangan devisa, lebih banyak ditopang oleh peningkatan ekspor yang dipicu oleh kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan peningkatan aliran masuk modal spekulatif (hot money).

Selama 2006-2008, cadangan devisa Indonesia meningkat dramatis dari sekitar US$ 35 miliar pada akhir 2005 menjadi sekitar US$ 57 miliar pada akhir 2007 dan US$ 60,5 miliar pada akhir Juli 2008. Namun demikian, peningkatan cadangan devisa tersebut ternyata tidak didukung oleh peningkatan produktivitas dan daya saing ekspor (export competitiveness) maupun peningkatan aliran investasi langsung. Peningkatan cadangan devisa lebih banyak disebabkan oleh kenaikan ekspor akibat melonjaknya harga internasional komoditas pertambangan dan perkebunan (price driven export growth). Dari komposisi produk penyumbang ekspor, jelas terlihat bahwa kenaikan ekspor lebih banyak disumbang oleh kenaikan harga ekspor komoditi primer seperti nikel, tembaga, batu bara, CPO, dll.

Kinerja ekonomi yang lebih banyak ditopang oleh peningkatan ekspor dari kenaikan harga komoditas di pasar dunia dan peningkatan aliran masuk modal spekulatif (hot money) telah mendorong kenaikan harga saham sangat tinggi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan sektor properti komersial. Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah meningkat dramatis. Pada tahun 2007, kenaikannya mencapai 52%. Peningkatan Indeks harga saham sebagian disebabkan oleh tingginya harga komoditas internasional (25%-30% nilai bursa) yang mendorong peningkatan keuntungan pada emiten perkebunan dan pertambangan. Investor bahkan tidak lagi mengindahkan kondisi fundamental dari emiten-emiten yang ada di BEI.

Secara cepat dan pasti, sejak tahun 2007 mulai terbentuk balon finansial (financial bubble) yang semakin menggelembung pada tahun 2008 seperti di pasar modal, kredit konsumsi, seperti kredit sepeda motor, kartu kredit, properti komersial, mulai terbentuk gejala sejenis subprime lending. Aliran modal spekulatif telah menggelembungkan nilai aset finansial dan memperkuat nilai tukar rupiah. Namun demikian, ketika terjadi arus balik seperti yang terjadi pada bulan Oktober 2008 ini, nilai aset finansial dan nilai tukar rupiah terperosok cukup signifikan.

Di sisi lain, kenaikan nilai aset finansial yang sangat tinggi justru memperlambat perkembangan sektor riil. Sebab, jika tingkat return di sektor finansial jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat return di sektor riil, pemilik modal akan cenderung melakukan investasi di sektor finansial dibandingkan sektor riil. Akibatnya, kesenjangan antara sektor finansial dengan sektor riil semakin melebar. Sektor finansial terus menggelembung, sementara sektor riil semakin terpuruk, sehingga terjadi missing link antara perkembangan sektor finansial dan sektor riil .

Menurut Economic Outlook 2008 hal 4-5: Kontradiksi kinerja indikator finansial yang sangat baik dengan perlambatan sektor riil dan percepatan de-industrialisasi sektor manufaktur merupakan perkembangan yang berbahaya. Perbaikan kinerja indikator finansial sangat vulnerable jika tidak didukung oleh perbaikan produktivitas, daya saing dan investasi riil, karena yang terbentuk akhirnya hanya balon-balon finansial (financial bubbles) yang akan terus menggelembung sebelum akhirnya kempes secara perlahan atau mendadak. Jika balon finansial tersebut kempes secara perlahan, ekonomi akan mengalami soft landing dengan dampak relatif minimum. Tetapi jika balon finansial tersebut kempes secara mendadak, akibat shock eksternal maupun internal, maka ekonomi akan mengalami hard landing dengan dampak yang lebih luas dan kompleks.

Peningkatan gelembung di sektor finansial telah mengakibatkan pertumbuhan besar-besaran di sektor properti komersial selama lima tahun terakhir. Namun demikian, kemajuan pesat di sektor properti komersial tersebut ternyata tidak diikuti dengan kenaikan permintaan sehingga terjadi over-supply dan penurunan tingkat hunian. Pasokan properti komersial terus meningkat, tetapi aliran investasi langsung beberapa tahun terakhir tidak tumbuh signifikan. Pada tahun 2007, investasi bruto dalam GDP hanya tumbuh sekitar 8%. Jika terjadi koreksi balon finansial dan sektor properti komersial, maka akan terjadi konsolidasi lebih lanjut sektor properti. Pengembang-pengembang yang memiliki kekuatan finansial dan manajemen resiko yang lebih baik akan survive ketika terjadi koreksi properti komersial.

Statements Bubble

Kinerja ekonomi makro yang seolah “kuat” karena ditopang oleh faktor eksternal, yaitu hanya komoditas, financial bubbles malah diklaim sebagai keberhasilan pemerintah. Selama ini pemerintah berulangkali mengeluarkan publikasi, pernyataan dan klaim bahwa ekonomi sudah on the track, fundamental ekonomi kokoh dan lain sebagainya. Namun ketika gejolak ekonomi terjadi ternyata bahwa “kekuatan” tersebut sangat rapuh dan dengan cepat pemerintah menyalahkan faktor eksternal sebagai penyebabnya.

Pada ECONIT Economic Outlook 2008 hal 5 dituliskan bahwa “Pemerintah SBY akan semkain aktif mengeluarkan pernyataan balon (bubble statements) pada tahun 2008, dalam bentuk pernyataan PR yang super-optimis dan tidak sesuai dengan realitas yang terjadi di sektor riil dan masyarakat. Jika sibuk membuat pernyataan balon, sulit mengharapkan pemerintah fokus pada penyelesaian masalah yang riil”.

Beberapa statements bubbles yang kami catat diantaranya seperti klaim kokohnya fundamental ekonomi. Padahal fundamental ekonomi tidak dapat dikatakan kokoh tanpa dukungan kuatnya sektor riil. Selama pemerintahan SBY justru telah terjadi kemerosotan di sektor riil dan telah terjadi percepatan de-industrialisasi.

Statements bubble yang cukup fenomenal adalah klaim bahwa telah terjadi pengurangan kemiskinan dan klaim bahwa kenaikan BBM akan mengurangi kemiskinan. Klaim terjadinya pengurangan pengangguran saat itu direkayasa dengan melakukan perubahan waktu survey dari bulan Februari ke bulan Juni 2008 pada puncak masa panen raya. Demikian juga perubahan angka kemiskinan belakangan ini terjadi dengan cara mengubah methodologi. Berbagai rekayasa prestasi kinerja ekonomi ala pemerintah SBY dengan akrobat statistik semakin mengurangi kredibilitas pernyataan pemerintah sehingga dikenal apa yang disebut sebagai “SBY-GAP” yaitu perbedaan antara klaim kinerja dan realita dilapangan yang dihadapi rakyat dan sektor riil.


3. Tidak adanya Keberpihakan dan Rendahnya Kredibilitas Respon Kebijakan

Mencermati respon kebijakan Pemerintah SBY selama beberapa minggu terakhir yang sangat tidak memadai untuk menghadapi dampak global, Tim Indonesia Bangkit (TIB) kembali mendesak pemerintah SBY untuk segera merubah haluan kebijakan ekonomi dengan meninggalkan jalur (track) kebijakan ekonomi neoliberal yang hanya berpihak kepada sekelompok elit pemilik modal dengan kebijakan ekonomi yang lebih pro aktif, di sisi moneter, fiskal, industri keuangan, perdagangan dan sektor riil, serta lebih berpihak pada kepentingan masyarakat luas. Langkah ini harus dilakukan untuk menghindarkan Indonesia dari kemerosotan ekonomi yang lebih cepat (hard landing).

Sangat disayangkan Tim Ekonomi SBY asal membantah berbagai peringatan dini atas krisis sehingga praktis tidak ada langkah antisipatif yang dilakukan Pemerintah SBY. Saat ekonomi Indonesia mulai bergejolak, Pemerintah SBY panik seolah dampak resesi AS dan bubble keuangan tersebut muncul tiba-tiba dan tidak dapat diprediksi sebelumnya. Bahkan respon yang dipilih oleh Pemerintah SBY pun lebih berpihak kepada kepentingan asing dan sarat conflik of interest. Kenyataan ini sesungguhnya sama sekali tidak mengejutkan bila kita flashback dan membuka kembali paper TIB 19 April 2005: “Tim Ekonomi: Tidak Mengabdi Kepada Kepentingan Rakyat”, yang memprediksi bahwa arah kebijakan ekonomi Pemerintah SBY-JK dipastikan akan sangat dipengaruhi oleh komposisi tim ekonomi yang dipenuhi oleh mereka yang akan menjadi kepanjangan tangan kepentingan asing dan tunduk pada garis IMF/Bank Dunia serta para pengusaha pemburu rente.

Pertama, Pilihan Bank Indonesia dan Pemerintah SBY untuk melakukan kebijakan uang ketat (tight money policy) menunjukkan bahwa Pemerintah SBY tidak belajar dari pengalaman krisis tahun 1998 dan masih tunduk pada resep IMF/Bank Dunia meskipun telah gagal dan terbukti mengakibatkan krisis moneter tahun 1998 berubah menjadi krisis ekonomi yang lebih luas.

Meskipun kondisi makroekonomi Indonesia sampai Agustus 1997 masih terkendali, namun karena IMF menyarankan Pemerintah Indonesia untuk segera melakukan pengetatan uang, maka Menteri Keuangan Marie Muhammad dan Gubernur Bank Indonesia Soedrajad segera melakukan kebijakan moneter super ketat pada September dan Oktober 1997. Kebijakan tersebut akhirnya memporakporandakan sektor keuangan Indonesia. Bank-bank yang seret likuiditas terpukul oleh suku bunga inter bank dari belasan persen menjadi puluhan persen. Beberapa bank yang awalnya sehat mengalami kesulitan likuiditas menjadi kolaps dan akhirnya terjadi rush bank. Kebijakan yang membahayakan lainnya adalah saran IMF untuk menutup 16 bank bermasalah tanpa persiapan yang memadai. Langkah ini akhirnya berakibat fatal yakni mendorong ekonomi Indonesia mengalami hard landing sepanjang 1998 sehingga pertumbuhan ekonomi anjlok -13,4%.

Sayangnya, saran IMF yang telah terbukti menyesatkan, kembali dipatuhi oleh Bank Indonesia dengan menaikkan suku bunga awal Oktober 2008. Meskipun hampir semua negara seperti AS, Eropa, Cina, Jepang, Malaysia, dll mengambil langkah untuk menurunkan tingkat suku bunga untuk mengantisipasi kekeringan likuiditas, Gubernur Bank Indonesia Boediono dengan didukung Menteri Sri Mulyani justru memutuskan untuk menaikkan tingkat suku bunga karena dua bulan sebelumnya IMF telah menyarankan Indonesia untuk segera meningkatkan suku bunga. Langkah Bank Indonesia menaikkan suku bunga membuktikan Menteri Keuangan SBY-JK dan Gubernur Bank Indonesia yang juga mantan KIB, tidak belajar dari kesalahan masa lalu, tidak mampu mencari kebijakan terobosan dan menunjukkan watak aslinya yang sangat mendukung saran IMF meskipun terbukti telah menjerumuskan Indonesia pada tahun 1998.

Langkah ini dipilih untuk menjaga arus modal dan mengkompensasi penerimaan yang terpangkas akibat turunnya harga berbagai komoditas di pasar global. Pilihan untuk menjaga suku bunga tinggi ini seolah pilihan yang tepat. Padahal kebijakan ala IMF ini justru akan berakibat fatal bagi pereonomian secara luas. Suku bunga kredit meningkat dan telah dimulai dengan terjadinya perang bunga. Beban para peminjam akan meningkat dan kalangan bisnis tidak akan mungkin menerbitkan surat utang kecuali dengan bunga yang sangat tinggi. Langkah inilah yang pada akhirnya juga akan mendorong anjloknya ekonomi Indonesia.

Kedua, Langkah Tim Ekonomi SBY yang menyiapkan dana pemerintah sebesar Rp 4 triliun dan mendorong BUMN untuk segera melakukan buy back saham untuk mengangkat sementara harga saham, menunjukkan keberpihakan Pemerintah SBY yang lebih besar pada investor asing ketimbang pada rakyat banyak. Langkah ini bahkan berpotensi mendorong terjadinya penyalahgunaan dana publik dan kemungkinan akan menjadi kasus BLBI jilid II.

Tim Ekonomi SBY mendorong BUMN melakukan buy back hingga 50% yang dapat dilakukan tanpa RUPS menunjukkan watak asli dari Kabinet Indonesia Bersatu yang lebih mengutamakan untuk melindungi kepentingan hedge fund asing dan elite finansial dibanding membuat kepentingan pemain dipasar modal Indonesia, lebih dari 60% dikuasai oleh investor asing sehingga langkah memprioritaskan dana BUMN dan anggaran pemerintah untuk melakukan buy back berarti mendahulukan pemanfaatan dana rakyat untuk mem-bail out investor asing. Dana yang seharusnya diprioritaskan dapat dipergunakan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi UKM dan memacu sektor riil malah dialihkan untuk melindungi spekulan.

Berbagai sumber dana pemerintah baik di BUMN maupun anggaran seharusnya dimanfaatkan sebesar-besar untuk menciptakan lapangan kerja dan memacu penguatan sektor riil yang menyangkut penciptaan lapangan kerja baik untuk pembangunan infrastruktur, ekonomi pedesaan, penyelamatan industri-industri strategis yang kompetitif dan padat karya, akan mendorong ekonomi domestik menjadi lebih kuat.

Ketiga, Respon kebijakan yang sumir akan menurunkan kredibilitas. Setelah melalui kuliah panjang, ternyata tidak ada rumusan policy yang implementatif tetapi hanya berupa 10 arahan dan himbauan, bukan rencana tindak yang mampu menciptakan optimisme bagi masyarakat luas. Sebagai contoh anjuran untuk meningkatkan sektor riil. Selama 4 tahun Pemerintahan SBY tidak mampu mendorong sektor riil. Bahkan yang terjadi adalah percepatan de-industrialisasi. Saat ini kesempatan Pemerintah SBY tinggal setahun lagi, sehingga akan sangat sulit untuk memperkuat sektor kecuali tim ekonomi SBY mau melakukan perubahan arah kebijakan ekonomi. Bila Menteri Perdagangan masih sangat percaya pada pasar bebas sehingga rata-rata tarif di Indonesia sekitar 0%-3%, maka himbauan Presiden SBY untuk meningkatkan penggunaan produk-produk dalam negeri akan tetap menjadi sekedar himbauan.

Dengan perlambatan ekonomi dunia, ekspor produk Cina ke AS dan Uni Eropa akan menurun. Kelebihan kapasitas produk Cina tersebut pasti akan dialihkan untuk membanjiri pasar-pasar negara berkembang yang sangat liberal seperti Indonesia. Dengan demikian dipastikan produk dalam negeri akan mengalami tekanan jauh lebih besar. Saat ini saja 70% pasar garmen Indonesia dikuasai produk legal dan ilegal dari Cina, maka himbauan SBY, tanpa keberpihakan kebijakan perdagangan, tidak akan membantu industri garmen nasional.

Sebagai contoh batik buatan Cina, biaya produksinya 60% lebih murah dari batik produksi dalam negeri Indonesia. Dengan dukungan teknologi desain, batik imitasi ini hasilnya akan bisa lebih bagus. Konsumen tentu akan memilih barang bagus dan juga murah. Bila menghadapi tantangan itu yang dilakukan Pemerintah SBY hanya menghimbau, maka tidak akan efektif dan industri batik kita akan semakin terpukul. Seharusnya pemerintah melindungi industri padat karya dengan tarif, sehingga produk impor tidak mendominasi pasar Indonesia. Sayangnya, ideologi kabinet Presiden SBY tidak mempercayai strategi ini dan lebih percaya pada mekanisme pasar bebas ugal-ugalan. Jadi, jangan berharap industri padat karya akan menjadi lebih baik dan sektor riil akan lebih kuat.

TIM BANGKIT INDONESIA (Jakarta, 13 Oktober 2008)

Baca Selengkapnya......

12 Oktober 2008

Krisis Subprime di Amerika Serikat

Kalau Langit Masih Kurang Tinggi
Oleh: Dahlan Iskan

Meski saya bukan ekonom, banyak pembaca tetap minta saya ''menceritakan' secara awam mengenai hebatnya krisis keuangan di AS saat ini. Seperti juga, banyak pembaca tetap bertanya tentang sakit liver, meski mereka tahu saya bukan dokter. Saya coba:

Semua perusahaan yang sudah go public lebih dituntut untuk terus berkembang di semua sektor. Terutama labanya. Kalau bisa, laba sebuah perusahaan publik terus meningkat sampai 20 persen setiap tahun. Soal caranya bagaimana, itu urusan kiat para CEO dan direkturnya.

Pemilik perusahaan itu (para pemilik saham) biasanya sudah tidak mau tahu lagi apa dan bagaimana perusahaan tersebut dijalankan. Yang mereka mau tahu adalah dua hal yang terpenting saja: harga sahamnya harus terus naik dan labanya harus terus meningkat.

Perusahaan publik di AS biasanya dimiliki ribuan atau ratusan ribu orang, sehingga mereka tidak peduli lagi dengan tetek-bengek perusahaan mereka.

Mengapa mereka menginginkan harga saham harus terus naik? Agar kalau para
pemilik saham itu ingin menjual saham, bisa dapat harga lebih tinggi dibanding waktu mereka beli dulu: untung.

Mengapa laba juga harus terus naik? Agar, kalau mereka tidak ingin jual saham, setiap tahun mereka bisa dapat pembagian laba (dividen) yang kian banyak.

Soal cara bagaimana agar keinginan dua hal itu bisa terlaksana dengan baik, terserah pada CEO-nya. Mau pakai cara kucing hitam atau cara kucing putih, terserah saja. Sudah ada hukum yang mengawasi cara kerja para CEO tersebut: hukum perusahaan, hukum pasar modal, hukum pajak, hukum perburuhan, dan seterusnya.

Apakah para CEO yang harus selalu memikirkan dua hal itu merasa tertekan dan stres setiap hari? Bukankah sebuah perusahaan kadang bisa untung, tapi kadang bisa rugi?

Anehnya, para CEO belum tentu merasa terus-menerus diuber target. Tanpa disuruh pun para CEO sendiri memang juga menginginkannya. Mengapa?
Pertama, agar dia tidak terancam kehilangan jabatan CEO. Kedua, agar dia mendapat bonus superbesar yang biasanya dihitung sekian persen dari laba dan pertumbuhan yang dicapai. Gaji dan bonus yang diterima para CEO perusahaan besar di AS bisa 100 kali lebih besar dari gaji Presiden George Bush. Mana bisa dengan gaji sebesar itu masih stres?

Keinginan pemegang saham dan keinginan para CEO dengan demikian seperti tumbu ketemu tutup: klop. Maka, semua perusahaan dipaksa untuk terus-menerus berkembang dan membesar. Kalau tidak ada jalan, harus dicarikan jalan lain. Kalau jalan lain tidak ditemukan, bikin jalan baru. Kalau bikin jalan baru ternyata sulit, ambil saja jalannya orang lain. Kalau tidak boleh diambil? Beli! Kalau tidak dijual? Beli dengan cara yang licik -dan kasar! Istilah populernya hostile take over.

Kalau masih tidak bisa juga, masih ada jalan aneh: minta politisi untuk bikinkan berbagai peraturan yang memungkinkan perusahaan bisa mendapat jalan.

Kalau perusahaan terus berkembang, semua orang happy. CEO dan para direkturnya happy karena dapat bonus yang mencapai Rp 500 miliar setahun. Para pemilik saham juga happy karena kekayaannya terus naik. Pemerintah happy karena penerimaan pajak yang terus membesar. Politisi happy karena dapat dukungan atau sumber dana.

Dengan gambaran seperti itulah ekonomi AS berkembang pesat dan kesejahteraan rakyatnya meningkat. Semua orang lantas mampu membeli kebutuhan hidupnya. Kulkas, TV, mobil, dan rumah laku dengan kerasnya. Semakin banyak yang bisa membeli barang, ekonomi semakin maju lagi.

Karena itu, AS perlu banyak sekali barang. Barang apa saja. Kalau tidak bisa bikin sendiri, datangkan saja dari Tiongkok atau Indonesia atau negara lainnya. Itulah yang membuat Tiongkok bisa menjual barang apa saja ke AS yang bisa membuat Tiongkok punya cadangan devisa terbesar di dunia: USD 2 triliun!

Sudah lebih dari 60 tahun cara ''membesarkan' ' perusahaan seperti itu dilakukan di AS dengan suksesnya. Itulah bagian dari ekonomi kapitalis. AS dengan kemakmuran dan kekuatan ekonominya lalu menjadi penguasa dunia.

Tapi, itu belum cukup.

Yang makmur harus terus lebih makmur. Punya toilet otomatis dianggap tidak
cukup lagi: harus computerized!

Bonus yang sudah amat besar masih kurang besar. Laba yang terus meningkat harus terus mengejar langit. Ukuran perusahaan yang sudah sebesar gajah harus dibikin lebih jumbo. Langit, gajah, jumbo juga belum cukup.

Ketika semua orang sudah mampu beli rumah, mestinya tidak ada lagi perusahaan yang jual rumah. Tapi, karena perusahaan harus terus meningkat, dicarilah jalan agar penjualan rumah tetap bisa dilakukan dalam jumlah yang kian banyak. Kalau orangnya sudah punya rumah, harus diciptakan agar kucing atau anjingnya juga punya rumah. Demikian juga mobilnya. Tapi, ketika anjingnya pun sudah punya rumah, siapa pula yang akan beli rumah?

Kalau tidak ada lagi yang beli rumah, bagaimana perusahaan bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjamin bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan alat-alat bangunan bisa lebih besar? Bagaimana bank bisa lebih besar? Bagaimana notaris bisa lebih besar? Bagaimana perusahaan penjual kloset bisa lebih besar? Padahal, doktrinnya, semua perusahaan harus semakin besar?

Ada jalan baru. Pemerintah AS-lah yang membuat jalan baru itu. Pada 1980, pemerintah bikin keputusan yang disebut ''Deregulasi Kontrol Moneter''. Intinya, dalam hal kredit rumah, perusahaan realestat diperbolehkan menggunakan variabel bunga. Maksudnya: boleh mengenakan bunga tambahan dari bunga yang sudah ditetapkan secara pasti. Peraturan baru itu berlaku dua tahun kemudian.

Inilah peluang besar bagi banyak sektor usaha: realestat, perbankan, asuransi, broker, underwriter, dan seterusnya. Peluang itulah yang dimanfaatkan perbankan secara nyata.

Begini ceritanya:

Sejak sebelum 1925, di AS sudah ada UU Mortgage. Yakni, semacam undang-undang kredit pemilikan rumah (KPR). Semua warga AS, asalkan memenuhi syarat tertentu, bisa mendapat mortgage (anggap saja seperti KPR, meski tidak sama).

Misalnya, kalau gaji seseorang sudah Rp 100 juta setahun, boleh ambil mortgage untuk beli rumah seharga Rp 250 juta. Cicilan bulanannya ringan karena mortgage itu berjangka 30 tahun dengan bunga 6 persen setahun.

Negara-negara maju, termasuk Singapura, umumnya punya UU Mortgage. Yang terbaru adalah UU Mortgage di Dubai. Sejak itu, penjualan properti di Dubai naik 55 persen. UU Mortgage tersebut sangat ketat dalam menetapkan syarat orang yang bisa mendapat mortgage.

Dengan keluarnya ''jalan baru'' pada 1980 itu, terbuka peluang untuk menaikkan bunga. Bisnis yang terkait dengan perumahan kembali hidup. Bank bisa dapat peluang bunga tambahan. Bank menjadi lebih agresif. Juga para broker dan bisnis lain yang terkait.

Tapi, karena semua orang sudah punya rumah, tetap saja ada hambatan. Maka, ada lagi ''jalan baru'' yang dibuat pemerintah enam tahun kemudian. Yakni, tahun 1986.

Pada 1986 itu, pemerintah menetapkan reformasi pajak. Salah satu isinya: pembeli rumah diberi keringanan pajak. Keringanan itu juga berlaku bagi pembelian rumah satu lagi. Artinya, meski sudah punya rumah, kalau mau beli rumah satu lagi, masih bisa dimasukkan dalam fasilitas itu.

Di negara-negara maju, sebuah keringanan pajak mendapat sambutan yang luar biasa. Di sana pajak memang sangat tinggi. Bahkan, seperti di Swedia atau Denmark, gaji seseorang dipajaki sampai 50 persen. Imbalannya, semua keperluan hidup seperti sekolah dan pengobatan gratis. Hari tua juga terjamin.

Dengan adanya fasilitas pajak itu, gairah bisnis rumah meningkat drastis menjelang 1990. Dan terus melejit selama 12 tahun berikutnya. Kredit yang disebut mortgage yang biasanya hanya USD 150 miliar setahun langsung menjadi dua kali lipat pada tahun berikutnya. Tahun-tahun berikutnya terus meningkat lagi. Pada 2004 mencapai hampir USD 700 miliar setahun.

Kata ''mortgage'' berasal dari istilah hukum dalam bahasa Prancis. Artinya: matinya sebuah ikrar. Itu agak berbeda dari kredit rumah. Dalam mortgage, Anda mendapat kredit. Lalu, Anda memiliki rumah. Rumah itu. Anda serahkan kepada pihak yang memberi kredit. Anda boleh menempatinya selama cicilan Anda belum lunas.

Karena rumah itu bukan milik Anda, begitu pembayaran mortgage macet, rumah itu otomatis tidak bisa Anda tempati. Sejak awal ada ikrar bahwa itu bukan rumah Anda. Atau belum. Maka, ketika Anda tidak membayar cicilan, ikrar itu dianggap mati. Dengan demikian, Anda harus langsung pergi dari rumah tersebut.

Lalu, apa hubungannya dengan bangkrutnya investment banking seperti Lehman Brothers?

Gairah bisnis rumah yang luar biasa pada 1990-2004 itu bukan hanya karena fasilitas pajak tersebut. Fasilitas itu telah dilihat oleh ''para pelaku bisnis keuangan'' sebagai peluang untuk membesarkan perusahaan dan meningkatkan laba.

Warga terus dirangsang dengan berbagai iklan dan berbagai fasilitas mortgage. Jor-joran memberi kredit bertemu dengan jor-joran membeli rumah. Harga rumah dan tanah naik terus melebihi bunga bank.

Akibatnya, yang pintar bukan hanya orang-orang bank, tapi juga para pemilik rumah. Yang rumahnya sudah lunas, di-mortgage- kan lagi untuk membeli rumah berikutnya. Yang belum memenuhi syarat beli rumah pun bisa mendapatkan kredit dengan harapan toh harga rumahnya terus naik. Kalau toh suatu saat ada yang tidak bisa bayar, bank masih untung. Jadi, tidak ada
kata takut dalam memberi kredit rumah.

Tapi, bank tentu punya batasan yang ketat sebagaimana diatur dalam undang-undang perbankan yang keras.

Sekali lagi, bagi orang bisnis, selalu ada jalan.

Jalan baru itu adalah ini: bank bisa bekerja sama dengan ''bank jenis lain'' yang disebut investment banking.

Apakah investment banking itu bank?

Bukan. Ia perusahaan keuangan yang ''hanya mirip'' bank. Ia lebih bebas daripada bank. Ia tidak terikat peraturan bank. Bisa berbuat banyak hal: menerima macam-macam ''deposito'' dari para pemilik uang, meminjamkan uang, meminjam uang, membeli perusahaan, membeli saham, menjadi penjamin, membeli rumah, menjual rumah, private placeman, dan apa pun yang orang
bisa lakukan. Bahkan, bisa melakukan apa yang orang tidak pernah memikirkan! Lehman Brothers, Bear Stern, dan banyak lagi adalah jenis investment banking itu.

Dengan kebebasannya tersebut, ia bisa lebih agresif. Bisa memberi pinjaman tanpa ketentuan pembatasan apa pun. Bisa membeli perusahaan dan menjualnya kapan saja. Kalau uangnya tidak cukup, ia bisa pinjam kepada siapa saja: kepada bank lain atau kepada sesama investment banking. Atau, juga kepada orang-orang kaya yang punya banyak uang dengan istilah ''personal
banking''.

Saya sering kedatangan orang dari investment banking seperti itu yang menawarkan banyak fasilitas. Kalau saya mau menempatkan dana di sana, saya dapat bunga lebih baik dengan hitungan yang rumit. Biasanya saya tidak sanggup mengikuti hitung-hitungan yang canggih itu.

Saya orang yang berpikiran sederhana. Biasanya tamu-tamu seperti itu saya serahkan ke Dirut Jawa Pos Wenny Ratna Dewi. Yang kalau menghitung angka lebih cepat dari kalkulator. Kini saya tahu, pada dasarnya dia tidak menawarkan fasilitas, tapi cari pinjaman untuk memutar cash-flow.

Begitu agresifnya para investment banking itu, sehingga kalau dulu hanya orang yang memenuhi syarat (prime) yang bisa dapat mortgage, yang kurang memenuhi syarat pun (sub-prime) dirangsang untuk minta mortgage.

Di AS, setiap orang punya rating. Tinggi rendahnya rating ditentukan oleh besar kecilnya penghasilan dan boros-tidaknya gaya hidup seseorang. Orang yang disebut prime adalah yang ratingnya 600 ke atas. Setiap tahun orang bisa memperkirakan sendiri, ratingnya naik atau turun.

Kalau sudah mencapai 600, dia sudah boleh bercita-cita punya rumah lewat mortgage. Kalau belum 600, dia harus berusaha mencapai 600. Bisa dengan terus bekerja keras agar gajinya naik atau terus melakukan penghematan pengeluaran.

Tapi, karena perusahaan harus semakin besar dan laba harus kian tinggi, pasar pun digelembungkan. Orang yang ratingnya baru 500 sudah ditawari mortgage. Toh kalau gagal bayar, rumah itu bisa disita. Setelah disita, bisa dijual dengan harga yang lebih tinggi dari nilai pinjaman. Tidak pernah dipikirkan jangka panjangnya.

Jangka panjang itu ternyata tidak terlalu panjang. Dalam waktu kurang dari 10 tahun, kegagalan bayar mortgage langsung melejit. Rumah yang disita sangat banyak. Rumah yang dijual kian bertambah. Kian banyak orang yang jual rumah, kian turun harganya. Kian turun harga, berarti nilai jaminan rumah itu kian tidak cocok dengan nilai pinjaman. Itu berarti kian banyak
yang gagal bayar.

Bank atau investment banking yang memberi pinjaman telah pula menjaminkan rumah-rumah itu kepada bank atau investment banking yang lain. Yang lain itu menjaminkan ke yang lain lagi. Yang lain lagi itu menjaminkan ke yang berikutnya lagi. Satu ambruk, membuat yang lain ambruk. Seperti kartu domino yang didirikan berjajar. Satu roboh menimpa kartu lain. Roboh
semua.

Berapa ratus ribu atau juta rumah yang termasuk dalam mortgage itu? Belum ada data. Yang ada baru nilai uangnya. Kira-kira mencapai 5 triliun dolar. Jadi, kalau Presiden Bush merencanakan menyuntik dana APBN USD 700 miliar, memang perlu dipertanyakan: kalau ternyata dana itu tidak menyelesaikan masalah, apa harus menambah USD 700 miliar lagi? Lalu, USD 700 miliar lagi?

Itulah yang ditanyakan anggota DPR AS sekarang, sehingga belum mau menyetujui rencana pemerintah tersebut. Padahal, jumlah suntikan sebanyak USD 700 miliar itu sudah sama dengan pendapatan seluruh bangsa dan negara Indonesia dijadikan satu.

Jadi, kita masih harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah dan rakyat AS. Kita juga masih menunggu data berapa banyak perusahaan dan orang Indonesia yang ''menabung'' -kan uangnya di lembaga-lembaga investment banking yang kini lagi pada kesulitan itu.

Sebesar tabungan itulah Indonesia akan terseret ke dalamnya. Rasanya tidak banyak, sehingga pengaruhnya tidak akan sebesar pengaruhnya pada Singapura, Hongkong, atau Tiongkok.

Singapura dan Hongkong terpengaruh besar karena dua negara itu menjadi salah satu pusat beroperasinya raksasa-raksasa keuangan dunia. Sedangkan Tiongkok akan terpengaruh karena daya beli rakyat AS akan sangat menurun, yang berarti banyak barang buatan Tiongkok yang tidak bisa dikirim secara besar-besaran ke sana. Kita, setidaknya, masih bisa menanam jagung.(*)

Baca Selengkapnya......

06 September 2008

KE KENTALAN DARAH DALAM TUBUH, MENGAPA TERJADI???


Teman-teman, ini ada artikel menarik yang saya peroleh dari sebuah millis yang saya ikuti, sayangnya si pengirim postingan artikel ini tidak menyebutkan dari mana sumbernya.

Untuk itu, melalui blog ini saya mohon maaf kepada pembuat artikel ini karena telah lancang menampilkannya dalam blog ini. Bagi kita semua, semoga artikel ini bermanfaat....

Selamat membaca.

Andri Satria Masri


KE KENTALAN DARAH DALAM TUBUH, MENGAPA TERJADI???

Ada satu pertanyaan yang masuk ke mailbox saya, yaitu "Mengapa harus minum air putih banyak-banyak..?"

Well, sebenarnya jawabannya cukup "mengerikan" tetapi karena sebuah pertanyaan jujur harus dijawab dengan jujur, maka topik tersebut bisa dijelaskan sbb: Kira-kira 80% tubuh manusia terdiri dari air. Malah ada beberapa bagian tubuh kita yang memiliki kadar air di atas 80%.Dua organ paling penting dengan kadar air di atas 80% adalah :
Otak dan Darah. !!



Otak memiliki komponen air sebanyak 90%, sementara darah memiliki komponen air 95%. Jatah minum manusia normal sedikitnya adalah 2 liter sehari atau 8 gelas sehari. Jumlah di atas harus ditambah bila anda seorang perokok. Air sebanyak itu diperlukan untuk mengganti cairan yang keluar dari tubuh kita lewat air seni, keringat, pernapasan, dan sekresi.

Apa yang terjadi bila kita mengkonsumsi kurang dari 2 liter sehari...? Tentu tubuh akan menyeimbangkan diri. Caranya...? Dengan jalan "menyedot" air dari komponen tubuh sendiri. Dari otak...? Belum sampai segitunya (wihh...bayangkan otak kering gimana jadinya...), melainkan dari sumber terdekat: Darah!!

Darah yang disedot airnya akan menjadi kental. Akibat pengentalan darah ini, maka perjalanannya akan kurang lancar ketimbang yang encer. Saat melewati ginjal (tempat menyaring racun dari darah) Ginjal akan bekerja extra keras menyaring darah. Dan karena saringan dalam ginjal halus, tidak jarang darah yang kental bisa menyebabkan perobekan pada glomerulus ginjal. Akibatnya, air seni anda berwarna kemerahan, tanda mulai bocornya saringan ginjal। Bila dibiarkan terus menerus, anda mungkin suatu saat harus menghabiskan 400।000 rupiah seminggu untuk cuci darah Eh, tadi saya sudah bicara tentang otak ' kan ...?

Nah saat darah kental meng alir lewat otak, perjalanannya agak terhambat। Otak tidak lagi "encer", dan karena sel-sel otak adalah yang paling boros mengkonsumsi makanan dan oksigen,Lambatnya aliran darah ini bisa menyebabkan sel-sel otak cepat mati atau tidak berfungsi sebagaimana mestinya॥(ya wajarlah namanya juga kurang makan...) Bila ini ditambah dengan penyakit jantung (yang juga kerjanya tambah berat bila darah mengental...),maka serangan stroke bisa lebih lekas datang Sekarang tinggal anda pilih: melakukan "investasi" dengan minum sedikitnya 8 gelas sehari- atau- "membayar bunga" lewat sakit ginjal atau stroke। Anda yang pilih...!

Baca Selengkapnya......

04 September 2008

Hitung-hitungan Subsidi BBM ala Kwik Kian Gie


Hai Guy's, berikut ini saya copy-kan rangkuman diskusi mengenai Subsidi BBM oleh Kwik Kian Gie yang dimuat di situs http://www.migas-indonesia.com.
Cukup lama juga sih, namun masih bermafaat buat nambah informasi pengetahuan kita bersama.
Selamat membaca dan kalau bisa dikomentari ya...

diposting oleh:
Andri Satria Masri


25 /07 /08 13:43:04
Rangkuman Diskusi: Hitung-hitungan Subsidi BBM ala Kwik Kian Gie

Subsidi BBM Bukan Pengeluaran Uang. Uangnya Dilarikan Kemana?

Jumat, 11 April 08 - by : admin

Dengan melonjaknya harga minyak mentah di pasaran dunia sampai di atas US$ 100 per barrel, DPR dan Pemerintah menyepakati mengubah pos subsidi BBM dengan jumlah Rp. 153 trilyun. Artinya Pemerintah sudah mendapat persetujuan DPR mengeluarkan uang tunai sebesar Rp. 153 trilyun tersebut untuk dipakai sebagai subsidi dari kerugian Pertamina qq. Pemerintah. Jadi akan ada uang yang dikeluarkan?
Saya sudah sangat bosan mengemukakan pendapat saya bahwa kata "subsidi BBM" itu tidak sama dengan adanya uang tunai yang dikeluarkan. Maka kalau DPR memperbolehkan Pemerintah mengeluarkan uang sampai jumlah yang begitu besarnya, uangnya dilarikan ke mana?

Dengan asumsi-asumsi untuk mendapat pengertian yang jelas, atas dasar asumsi-asumsi, pengertian subsidi adalah sebagai berikut.
Harga minyak mentah US$ 100 per barrel.
Karena 1 barrel = 159 liter, maka harga minyak mentah
per liter US$ 100 : 159 = US$ 0,63. Kalau kita ambil
US$ 1 = Rp. 10.000, harga minyak mentah menjadi Rp. 6.300 per liter.
Untuk memproses minyak mentah sampai menjadi bensin premium kita anggap dibutuhkan biaya sebesar US$ 10 per barrel atau Rp. 630 per liter. Kalau ini ditambahkan, harga pokok bensin premium per liternya sama dengan Rp. 6.300 + Rp. 630 = Rp. 6.930. Dijualnya dengan harga Rp. 4.500. Maka rugi Rp. 2.430 per liternya. Jadi perlu subsidi.
Alur pikir ini benar. Yang tidak benar ialah bahwa minyak mentah yang ada di bawah perut bumi Indonesia yang miliknya bangsa Indonesia dianggap harus dibeli dengan harga di pasaran dunia yang US$ 100 per barrel. Padahal tidak. Buat minyak mentah yang ada di dalam perut bumi Indonesia, Pemerintah dan Pertamina kan tidak perlu membelinya? Memang ada yang menjadi milik perusahaan minyak asing dalam rangka kontrak bagi hasil. Tetapi buat yang menjadi hak bangsa Indonesia, minyak mentah itu tidak perlu dibayar. Tidak perlu ada uang tunai yang harus dikeluarkan. Sebaliknya, Pemerintah kelebihan uang tunai.
Memang konsumsi lebih besar dari produksi sehingga kekurangannya harus diimpor dengan harga di pasar internasional yang mahal, yang dalam tulisan ini dianggap saja US$ 100 per barrel.
Data yang selengkapnya dan sebenarnya sangat sulit atau bahkan tidak mungkin diperoleh. Maka sekedar untuk mempertanyakan apakah memang ada uang yang harus dikeluarkan untuk subsidi atau tidak, saya membuat perhitungan seperti Tabel terlampir.
Nah kalau perhitungan ini benar, ke mana kelebihan yang Rp. 35 trilyun ini, dan ke mana uang yang masih akan dikeluarkan untuk apa yang dinamakan subsidi sebesar Rp. 153 trilyun itu?
Seperti terlihat dalam Tabel perhitungan, uangnya yang keluar tidak ada. Sebaliknya, yang ada kelebihan uang sebesar Rp. 35,31 trilyun.
PERHITUNGAN ARUS KELUAR MASUKNYA UANG TUNAI TENTANG BBM (Harga minyak mentah 100 doll. AS)
DATA DAN ASUMSI
Produksi : 1 juta barrel per hari
70 % dari produksi menjadi BBM hak bangsa Indonesia Konsumsi 60 juta kiloliter per tahun Biaya lifting, pengilangan dan pengangkutan US $ 10 per barrel 1 US $ = Rp. 10.000 Harga Minyak Mentah di pasar internasional Rp. US $ 100 per barrel 1 barrel = 159 liter Dasar perhitungan : Bensin Premium dengan harga jual Rp. 4.500 per liter
PERHITUNGAN
Produksi dalam liter per tahun : 70 % x (1,000.000 x 159 ) x 365 = 40,624,500,000
Konsumsi dalam liter per tahun 60,000,000,000
Kekurangan yang harus diimpor dalam liter per tahun 19,375,500,000
Rupiah yang harus dikeluarkan untuk impor ini (19,375,500, 000 : 159) x 100 x 10.000 121,900,000, 000,000
Kelebihan uang dalam rupiah dari produksi dalam negeri 40,624,500,000 x Rp. 3.870
157,216,815, 000,000
Walaupun harus impor dengan harga US$ 100 per barrel Pemerintah masih kelebihan uang tunai sebesar 35,316,815,000, 000
Perhitungan kelebihan penerimaan uang untuk setiap liter bensin premium yang dijual,
Harga Bensin Premium per liter (dalam rupiah) 4,500
Biaya lifting, pengilangan dan transportasi US $ 10 per barrel atau per liter : (10 x 10.000) : 159 = Rp. 630 (dibulatkan) 630
Kelebihan uang per liter 3,870
Oleh Kwik Kian Gie

Baca Selengkapnya......

30 Agustus 2008

Mencegah Kepikunan

Dikutip dari Artikel Majalah Tempo No. 3726/18-24 Agustus 2008, hal. 48-49

Mencegah Si Pikun Datang
Oleh: Andari Karina Anom

Gejala gangguan perilaku yang ditemukan pada penderita Alzheimer:
1. Menjadi galak
2. Kasar
3. Terkadang menyerang secara tiba-tiba
4. Sering keluyuran tanpa tujuan dan tersesat
5. Sering gelisah
6. Mondar-mandir
7. Senang menimbun barang tidak pada tempatnya
8. Cenderung mengulang-ulang pertanyaan
9. Berpakaian sembarangan
10. Kehilangan sopan santun

Di Amerika Serikat, Alzheimer menjadi penyebab kematian no. 6.

Tanda-tanda Alzheimer:
1. Kehilangan memori
2. Kesulitan mengkomunkasikan sesuatu
3. Kehilangan konsep tentang suatu hal

Demensia atau kepikunan adalah kerusakan atau yang menyebabkan hilangnya memori serta penurunan kemampuan intelektual dan mental untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari.

Untuk mencegah datangnya kepikunan atau demensia ini, seorang dokter ahli saraf RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta (Suryo Dharmono) menyarankan 9 langkah-langkah berikut ini:
1. Perbanyak menulis, membaca atau mendongeng
2. Mengikuti kegiatan seni musik atau tari
3. Melakukan senam otak
4. Sering pergi ke tempat ramai, misalnya pasar
5. Banyak bersosialisasi dengan orang lain
6. Melakukan kegiatan kreatif atau hobi
7. Menyantap makanan yang bernutrisi untuk otak
8. Mengurangi paparan zat toksit
9. Membuat catatan harian atau otobiografi

Selamat mencoba....

Di posting oleh Andri Satria Masri

Baca Selengkapnya......

22 Agustus 2008

Deskripsi Kekhususan dan Kompetensi pada Program MPKP

Program Studi MPKP-FEUI memiliki tujuh kekhususan yaitu:

Ekonomi Perencanaan Kota dan Daerah

Kekhususan ini bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang mampu menganalisis berbagai isu yang berkaitan dengan perencanaan daerah dan perkotaan di Indonesia. Topik perencanaan ekonomi daerah terutama membahas pendekatan makro dalam analisis perekonomian regional. Sementara itu, topik perencanaan perkotaan akan mengulas berbagai masalah yang timbul dalam pembangunan suatu kota. Kebijakan pembangunan di daerah tidak lepas dari satu topik penting, yaitu mengenai desentralisasi fiskal, yang akan dibahas dalam satu mata kuliah tersendiri.
.

Dengan mengambil kekhususan ini mahasiswa diharapkan dapat memahami, menganalisis dan memberi alternatif rekomendasi kebijakan publik bagi berbagai isu dan permasalahan yang dihadapi oleh proses perencanaan di daerah. Ada empat mata kuliah kekhususan yang diberikan yaitu: (1) Ekonomi Perencanaan Daerah, (2) Ekonomi Perencanaan Kota, (3) Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah, dan (4) Seminar Ekonomi Perencanaan Kota dan Daerah.

Ekonomi Keuangan Negara dan Daerah

Kekhususan ini bertujuan menghasilkan lulusan yang mampu menganalisis berbagai aspek penting keuangan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, juga mampu memberikan penilaian kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang keuangan dan menawarkan solusi alternatifnya. Aspek-aspek penting yang dimaksud adalah (i) hal-hal apa yang menjadi pertimbangan utama pemerintah ketika hendak meningkatkan penerimaannya, baik melalui pungutan pajak maupun bukan pajak atau pinjaman; (ii) hal-hal apa pula yang harus diindahkan ketika membelanjakan penerimaan tersebut untuk pembiayaan berbagai aktivitas pemerintah; (iii) prosedur dan mekanisme apa, dan bagaimana, yang harus ditempuh dan/atau dibangun oleh pemerintah dalam memantau pengumpulan dan belanja keuangannya; lalu (iv) iklim dan sistem yang bagaimana yang harus ada dalam kehidupan bernegara sehingga hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan daerah menjadi baik, bermuara pada kesejahteraan masyarakat yang optimal.Ada empat mata kuliah kekhususan yang diberikan yaitu: (1) Ekonomi Keuangan Publik, (2) Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah, (3) Sistem Jaminan Sosial, dan (4) Seminar Ekonomi Keuangan Negara dan Daerah.

Baca Selengkapnya......

12 Agustus 2008

Program MPKP Angkatan XIX (Beasiswa Bappenas)


Web log (Blog) ini sengaja dibikin sebagai tempat berkomunikasi, belajar dan saling menginformasikan hal-hal penting seputar kegiatan perkuliahan Program MPKP Angkatan XIX.

Bagi seluruh teman-teman mahasiswa MPKP Angkatan XIX dipersilahkan menggunakan blog ini seluas mungkin untuk kepentingan bersama dengan cara meng-upload:
1. Bahan-bahan/modul kuliah;
2. Latihan/PR kuliah;
3. Info pribadi (kalau bersedia);
3. Informasi apa saja yang penting bermanfaat bagi seluruh anggota Angkatan XIX.

Oke, tanpa ada pengguntingan pita dan sambutan dari Bupati, Walikota atau Pimpinan SKPD, dengan ini dipersilahkan menggunakan blog ini. Terima kasih.

KETUA KELAS MPKP ANGKATAN XIX
IBU IRMA WINARNI

Baca Selengkapnya......